Coretan
Kuliah
Mata
kuliah bsa Uin Maliki Malang 2012
Kajian
Pragmatik
Dosen:
Moch Sonny Fauzi, S.Ag, Ma
Komparatif Pragmatik dan Ilmu ma’âni
Secara konseptual
kajian pragmatic sederajat dengan ilmu ma’âni. Keduanya sama-sama sebagai
telaah pengunaan bahasa dalam hubunganya dengan konteks atau situasi yang
mendasarinya (Ainin dan Asrori, 2008: 19). Dalam kaitanya dua hubungan tersebut
penulis memahmi melalui definisi ilmu ma’âni yang dijelaskan oleh Shaleh dan
Kulaib (1990), ilmu ma’âni adalah ilmu prinsip-prinsip, atau kaidah telaah
wacana bahasa arab sesuai dengan tuntunan situasi (muqtadhalhâl) sehingga
selaras dengan maksud pewacanaannya.
A. Pemahaman Pragmatik
Pragmatik tergolong
cabang ilmu linguistik yang paling muda dibandingkan dengan cabang ilmu
linguistik lain. Pragmatik merupakan cabang linguistic yang terbaru setelah
cabang-cabang linguistik fonologi (Ashwât), morfologi (kalimat), sintaksis
(jumlah), semantic (dilalah), dan wacana. Berkaitan dengan usianya yang masih muda
pragmatik bisa dikatakan sebagai young sience (Rahardi, 2003: 9).
Bila dikatakan
pragmatic adalah cabang linguistic yang kajiannya tergolong masih muda, maka
sesungguhnya pragmatic merupakan estafet dari kajian semantic. Hal ini dapat
penulis ketahui, dengan adanya kajian pragmatic di kampus penulis terpaparkan
setelah mahasiswa mengkaji semantic;
dengan mata kuliah yang sama pada semester yang berbeda yaitu ilmu dilalah satu
dan dilanjutkan ilmu dilalah dua.
Semantic atau
pragmatic keduanya termasuk lingkup semiotic (Levinson, 1992). Hanya saja
penulis memahami melalui beberapa sisi perbedaan obyek kajian pragmatic yang
dikemukaakan ahli yang membidanginya bahwa, semantic fokus mengkaji makna kata
atau kalimat yang lepas konteks, sedangkan pragmatic fokus mengetahui makna
yang terikat dengan konteks. Take for example pernyataan pihak penutur
(mutakallim) pada lawan tutur (mukhâthab) dengan mengatakan:
“Apakah kamu menyukai
saya?”…
Secara literal
kalimat ini bermakna “saya ingin bertanya, apakah kamu benar-benar menyukai
saya”, atau meminta ketegasan informasi melalui makna semantik, sedangkan
secara pragmatic makna kata “menyukai” akan memiliki pemahaman rasa (dzauq)
yang berbeda ketika diketahui siapa yang mengatakan, kepada siapa, tempat, dan
waktu diujarkannya suatu kalimat.
Kata “menyukai” seperti contoh di atas,
secara pragmatic ketika yang mengatakan adalah wanita yang baru dikenal,
maknanya adalah mencintai, ketika yang mengatakan adalah seorang istri,
maknanaya adalah menyayangi, ketika yang mengatakan seorang pengemis atau anak
yatim maknanya adalah belas kasihan, dan begitu seterusnya akan memiliki makna
yang berbeda sesuai dengan konteks dan situasi yang melatar belakanginya.
B. Korelasi Pragmatik dengan Ilmu Ma’ânî
![]() |
علم البلاغة |
Disamping memiliki
kesamaan konseptual dengan ilmu ma’âni, keduanya juga mengandung konsep kajian,
utamanya tentang teori tindak tutur (speech acts), yaitu produksi ujaran dalam
kondisi atau situasi tertentu. Tindak tutur dalam pragmatic sebagaimana yang
dikemukakan Austin (1962) ada tiga:
1. Tindak lokusi
(locutionary act) adalah tindak mengucapkan sesuatu ujaran dengan makna yang
terkandung dalam ujaran itu. Take for example:
- Malang Jawa Timur
dikenal sebagai kota dingin.
- Malang Jawa Timur
dikenal sebagai kota pendidikan.
- Islam adalah
pengakuan dengan lisan, pembenaran dengan hati, bahwa semua yang datang dari
Nabi Muhammad saw adalah kebenaran.
2. Tindak ilokusi
(ilocutionary act) merupakan tindak melakukan sesuatu atau melakukan sesuatu,
take for example:
a. Berjanji atau
menyatakan perjanjian.
- Bila kamu menerima
cintaku maka aku akan membahagiakanmu.
- Selama kamu masih
setia, aku tidak akan berpoligami.
b. Menawarkan
sesuatu.
- Bisakah anda
mencarikan saya sebidang tanah untuk dibuat rumah.
- Bolehkah saya
mengenal anda lebih dekat.
Dalam mengungkapkan
tindak ilokusi ini akan lebih baik bila peryataan-peryataan yang disampaikan
penutur dengan menggunakan kalimat bermodus deklaratif yang santun dengan
mematuhi maksim-maksim yang ada. (Abdul Chaer, 2010: 81)
3. Tindak perlokusi
(perlocutionary act) merupakan hasil atau efek yang timbul pada pendengar
sebagai akibat dari suatu tuturan. Take for example:
- Permasalahannya
status saya masih thalabul ilmi.
Pernyataan barusan
memiliki efek pemahaman makna yang berbeda ketika pihak penutur dan mitra tutur
dalam situasi dan kontek yang berbeda, bila yang mengatakan seorang mahasiswa
pada kekasihnya, maka maknanya adalah hendaknya kamu bersabar menanti diriku
wahai kasih, karena sementara ini aku masih belum focus dalam mencari nafkah,
sehingga masih belum bisa menikahimu. Sedang bila pernyataan itu dikatakan
seorang santri yang sedang mondok dengan aturan lembaga yang ketat, maka
maknanya adalah sebenarnya saya ingin membawa fasilitas ini (hp, radio, tv,
dll) tapi nanti ada keamanan yang merampasnya.
Bach dan Harnish
(1979), sebagaimana yang dikutip Ainin dan Asrori (2008), membagi tindak
ilokusi menjadi empat jenis.
1. Konstatif
Konstatif adalah
tindak yang mengekspresikan maksud agar pendengar mempercayainya. Take for
example:
a. Menyampaikan
informasi
- Presiden Indonesia
sedang berkunjung ke luar negeri.
b. Melaporkan
masalah.
- Zaid bin Tsabit
meriwayatkan, bahwa ada dua orang yang sedang bertengkar tentang masalah tanah,
kemudian mengadukannya kepada Nabi, maka jawab Nabi, "Kalau ini
persoalanmu, maka janganlah kamu menyewakan tanah." (RiwayatAbu Daud).
2. Direktif
Direktif adalah
tindak yang mengekspresikan maksud agar pendengar melakukan tindakan yang
terdapat dalam tuturan yang disampaiakan. Take for example:
a. Pertanyaan
- Ali bin Abi Tholib
–radhiyallahu ’anhu- pernah ditanya, ”Bagaimana cinta kalian kepada Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam?” Ia menjawab, ”Demi Allah, beliau lebih kami
cintai daripada harta, anak-anak, ayah, dan ibu kami serta kami juga lebih
mencintai beliau daripada air dingin pada saat dahaga.”
b. Permintaan
- Saya minta anda bisa
menghadiri acara di rumah.
c. Suruhan
- Sampaiakan salam
saya pada kedua orang tuamu.
d. Larangan
- Janganlah engkau
melupakan persabatan baik kita ini.
e. Saran
-Sebaiknya anda
banyak beristirahat untuk sementara waktu.
3. Komisif
Komisif adalah tindak
tutur yang mengekspresikan maksud bahwa pembicara akan melakukan sesuatu yang
terdapat dalam tuturan. Take for example:
a. Berjanji
- Aku berjanji akan
membahagiakanmu, wahai kasih!
b. Menawarkan
- Jika anda membeli
barang ini maka akan saya beri garansi satu bulan.
4. Acknowledgement
Acknowledgement
adalah tindak tutur yang mengekspresikan perasaan tertentu terhadap pendengar.
Take for example:
a. meminta maaf
- Allah berfirman,
“keduanya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami,
niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.”
b. berterima kasih
- Terima kasih, Wahai
Tuhan! atas nikmat yang telah Engkau berikan.
c. Memuji
- Wajahmu cantik
bagai bunga yang mekar di taman surga.
C. Konsep Tindak Tutur dan Kalam
Konsep tindak tutur
dalam pragmatic dapat disepadankan dengan bahasan tentang kalâm dalam ilmu
ma’âni. Dalam buku-buku retorika ma’âni , kalâm (tindak tutur atau tuturan )
dibedakan menjadi dua kategori, pertama, kalâm khabariy dan yang kedua adalah
kalâm insyâ’ .
1- Definisi kalâm khabariy
Kalâm khabariy adalah
tuturan yang mungkin benar dan mungkin bohong dilihat dari kondisi acuanya.
Dapat juga didefinisikan sebagai tuturan yang isinya tercapai atau peristiwanya
berlangsung tanpa harus terkait dengan terjadinya tindak tutur itu. Dengan kata
lain merupakan tuturan yang tidak mengakibatkan terjadinya sesuatu melainkan
hanya informasi yang bisa benar dan bisa juga bohong.
Dalam pragmatik
Austin mengelompokkan kalimat menjadi dua, yaitu kalimat performatif dan
kalimat konstatif (Sumarno, 1988). Kalimat performatif mungkin bisa disebut
kalimat perlakuan, yaitu kalimat yang mengakibatkan suatu hal terjadi. Adapun
kalimat konstatif mungkin bisa disebut kalimat pernyataan merupakan kalimat
yang mengacu pada dunia sekeliling.
Dari uraian barusan
tampak, bahwa kalam khabariy dalam retorika ma’âni sepadan dengan tindak
konstatif dalam pragmatic yang dikemukakan Bach dan Harnish (1979) dan tindak
asertif yang dikemukakan Searle (1980).
2- Definisi Kalâm Insyâ’
Kalâm insyâ’ adalah
tuturan yang tidak mengandung kebenaran ataupun kebohongan. Selain definisi
tersebut, Al-Hasyimi (1960) mengemukakan sebagai tuturan yang hanya dengan
tuturan itu terjadilah tindakan yang dinyatakan dalam tuturan. Penjelasan
Al-Hasyimi ini tampak searah dengan yang dikemukakan oleh Emzir (1999) tentang
tindak performatif, yaitu tindak tutur yang mengakibatkan suatu hal terjadi.
3- Pembagian Kalâm Insyâ’
Kalâm insyâ’ dibagi
menjadi dua kategori, pertama insyâ’ thalabiy, dan yang kedua insya’ ghairu
thalabiy (Jarim dan Amin, 1961).
A- Insyâ’ Thalabiy
Insyâ’ thalabiy pada
umumnya diartikan sebagai tindak tutur yang menuntut tindakan dari mitra tutur
dan tindakan itu belum terjadi pada saat berlangsungnya tindak tutur. Kategori
tindak insyâ’ thalabiy mencakup:
1) Amar (perintah), take for example:
- Allah berfirman, “
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'” (Q.S Al-Baqarah [02]: 43).
- Love me when I
least deserve it, because that is when I need it the most! (Cintailah aku di
saat-saat aku paling tidak layak untuk dicintai, karena saat itulah aku sangat
membutuhkan untuk dicintai).
2) Nahi (larangan), take for example:
- Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan……(Q.S An-Nisâ’ [04]: 43).
- Jangan kau simpan
kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia lantaran
akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya.
3) Istifham (pertanyaan), take for example:
- Allah berfirman,
“………….Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran. (Q.S Az-Zumar [39]: 09).
- Mengapa engkau
terlambat mencintaiku?
4) Tamanny (pegandaian), take for example:
- Allah berfirman,
“…………..Maka Adakah bagi Kami pemberi syafa'at yang akan memberi syafa'at bagi
Kami, atau dapatkah Kami dikembalikan (ke dunia) sehingga Kami dapat beramal
yang lain……………(Q.S Al-A’râf [07]: 53).
- Mudah-mudahan aku
bisa mengapai cinta sucimu.
5) Nidâ’ (pangilan), take for example:
- Allah berfirman,
“Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada
saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (Q.S Yusuf
[12]: 05).
- Wahai kasih! Inilah
tanda ketulusan cintaku padamu.
Dari penjelasan dan
contoh-contoh yang ada, dapat diketahui bahwa insyâ’ thalabiy beserta cakupanya
kecuali tindak tutur pengandaian (Tamanny) merupakan tindak tutur yang
dimaksudkan agar mitra tutur melakukan tindakan yang terdapat dalam tuturan.
Dengan kata lain dalam bahasa pragmatic insyâ’ thalabiy sepadan dengan tindak
direktif.
B- Insyâ’ Ghairu Thalabiy
Insyâ’ ghairu
thalabiy merupakan tindak tutur yang tidak menuntut terjadinya suatu tindakan.
Kategori tindak insyâ’ ghairu thalabiy mencakup:
1) Madah (memuji), take for example:
- Allah befirman,
“….. dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan Itulah Sebaik-baik
tempat bagi orang yang bertakwa. (Q.S An-Nahl [16]: 30).
- Kasih! engkau
adalah yang terindah dalam hidupku.
2) Dzamm (mencela), take for example:
- Allah berfirman,
“…….seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman …….(Q.S
Al-Hujurât [49]: 11).
3) Qasam (bersumpah), take for example:
- Allah berfirman,”……….
Katakanlah: "Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan,
kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S At-Taghâbun [64]: 07).
4) Ta’ajjub (menyatakan heran), take for
example:
- Allah berfirman,
“………..Maka Alangkah beraninya mereka menentang api neraka! (Q.S Al-Baqarah
[02]: 175).
5) Uqûd (kontrak), take for example:
- Allah berfirman,
“………….Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya
(menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia……... (Q.S Al-Ahzâb [33]: 37).
Tindak insyâ’ ghairu
thalabiy barusan jika dikaitkan dengan kategori tindak tutur yang dikemukakan
Bach dan Harnish ataupun Searle (1980) sebagaimana dikutip Rofi’uddin (1993),
Ainin , dan Asrori (2008), bahwa sebagian cakupan tindak insyâ’ ghairu thalabiy
dapat dipandang sederajat dengan tindak tutur komisif dan acknowledgements.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar